Skip to Content
Loading
MI Ma'arif Gintungreja
MI Ma'arif Gintungreja
Online
Halo 👋
Ada yang bisa dibantu?

Tokoh Pendiri NU: Siapa Saja, Biografi, dan Sejarah Lengkapnya

NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama pesantren dengan dua tokoh sentral yaitu KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah.

Nahdlatul Ulama (NU) sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia tidak lahir dengan sendirinya. Organisasi ini merupakan hasil dari perjuangan, pemikiran, dan ketekunan para ulama besar Nusantara yang peduli terhadap keberlangsungan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah. Dalam artikel ini, kita akan mengupas secara mendalam tentang tokoh-tokoh pendiri NU, biografi mereka, serta sejarah berdirinya organisasi yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa Indonesia ini.

Poin Utama: NU didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya oleh sejumlah ulama pesantren dengan dua tokoh sentral yaitu KH Hasyim Asy'ari dan KH Wahab Hasbullah. Pendirian NU dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk mempertahankan tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah dan merespons situasi politik di Timur Tengah, khususnya di Hijaz.

siapa pendiri nu
Pertemuan para ulama pendiri Nahdlatul Ulama

Sejarah Singkat Berdirinya NU

Berdirinya Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dari konteks sejarah pada awal abad ke-20. Saat itu, dunia Islam sedang mengalami gejolak politik dengan runtuhnya Kesultanan Utsmaniyah dan bangkitnya kekuatan Wahabi di Arab Saudi. Kekhawatiran ulama-ulama Nusantara terhadap masa depan praktik keagamaan tradisional mendorong mereka untuk mengambil tindakan.

1924

KH Wahab Hasbullah dan KH Mas Mansyur mendirikan Komite Hijaz sebagai respons terhadap kebijakan Raja Ibnu Saud yang dinilai mengancam tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.

Komite Hijaz
Pembentukan Komite Hijaz sebagai cikal bakal NU
31 Januari 1926

Para ulama pesantren berkumpul di Surabaya dan secara resmi mendirikan Nahdlatul Ulama yang berarti "Kebangkitan Ulama". KH Hasyim Asy'ari ditetapkan sebagai Rais Akbar (pemimpin tertinggi) pertama.

1928

NU menyelenggarakan muktamar (kongres) pertamanya di Surabaya, menandai konsolidasi organisasi yang semakin matang.

Latar belakang berdirinya NU juga tidak lepas dari semangat kebangsaan. Meskipun fokus pada masalah keagamaan, para pendiri NU memiliki visi yang luas tentang pentingnya peran ulama dalam membangun masyarakat dan bangsa. Sejak awal, NU telah menempatkan diri sebagai organisasi yang memperjuangkan Islam yang moderat, toleran, dan berkontribusi positif bagi negara.

Daftar Tokoh Pendiri NU

Berikut adalah para tokoh utama yang berperan dalam pendirian Nahdlatul Ulama:

  • KH Hasyim Asy'ari (Tebuireng, Jombang)
  • KH Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang)
  • KH Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang)
  • KH As'ad Syamsul Arifin (Situbondo)
  • KH Ma'sum (Lasem, Rembang)
  • KH Nawawi (Sidogiri, Pasuruan)
  • KH Nahrawi (Bahrul Ulum, Tambakberas)
  • KH Abdul Halim (Leimunding, Cirebon)

Selain nama-nama di atas, masih banyak ulama lain yang turut serta dalam proses pendirian NU, menunjukkan bahwa organisasi ini benar-benar merupakan hasil dari kebersamaan dan kesepakatan para ulama pesantren dari berbagai daerah di Jawa dan Madura.

Biografi dan Peran Masing-Masing Tokoh

KH Hasyim Asy'ari: Sang Rais Akbar

Gambar: KH Hasyim Asy'ari
KH Hasyim Asy'ari, Rais Akbar pertama NU dan pendiri Pesantren Tebuireng

Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari lahir di Gedang, Jombang, pada 14 Februari 1871. Ia adalah pendiri Pesantren Tebuireng yang menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terpenting di Indonesia. Setelah menimba ilmu dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura, Hasyim Asy'ari melanjutkan pendidikannya ke Mekah selama tujuh tahun.

Perannya dalam pendirian NU sangat sentral. Sebagai ulama yang dihormati, kharismanya menjadi perekat bagi ulama-ulama lain. Ia ditetapkan sebagai Rais Akbar (sekarang disebut Rais Aam) pertama NU, sebuah posisi yang dipegangnya hingga wafat pada 25 Juli 1947.

Selain perannya di NU, KH Hasyim Asy'ari juga dikenal dengan pesan-pesan pendidikannya yang mendalam. Ia menekankan pentingnya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum, serta nilai-nilai akhlak dalam pendidikan. Kontribusinya yang lain adalah deklarasi Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 yang memicu semangat perjuangan melawan penjajah dan menjadi cikal bakal Hari Santri Nasional.

KH Wahab Hasbullah: Diplomat dan Inisiator NU

gambar KH Wahab Hasbullah
KH Wahab Hasbullah, tokoh penting di balik pendirian NU dan Komite Hijaz

KH Wahab Hasbullah lahir di Tambakberas, Jombang, pada 31 Maret 1888. Ia dikenal sebagai ulama yang berpikiran modern dan memiliki kemampuan diplomasi yang tinggi. Pendidikan agamanya ditempuh di berbagai pesantren, termasuk Pesantren Langitan Tuban, Pesantren Tawangsari Sepanjang, dan Pesantren Bangkalan di bawah asuhan KH Kholil.

Peran KH Wahab Hasbullah dalam pendirian NU sangat krusial. Dialah yang menginisiasi pembentukan Komite Hijaz yang menjadi cikal bakal berdirinya NU. Kemampuan diplomasinya digunakan untuk berkomunikasi dengan penguasa Arab Saudi dan mengadvokasi kepentingan muslim Ahlussunnah wal Jama'ah di Hijaz.

Setelah NU berdiri, KH Wahab Hasbullah terus aktif dalam mengembangkan organisasi. Ia dikenal sebagai tokoh yang merangkul berbagai kalangan, termasuk para pemuda. Pada masa kemerdekaan, ia turut berperan dalam perjuangan melawan penjajah dan menjadi salah satu anggota BPUPKI yang merumuskan dasar negara.

KH Bisri Syansuri: Ulama dan Pendidik

KH Bisri Syansuri lahir di Tayu, Pati, pada 18 September 1886. Ia adalah menantu dari KH Hasyim Asy'ari setelah menikahi putrinya, Khadijah. Bisri Syansuri mendirikan Pesantren Denanyar di Jombang yang menjadi salah satu pesantren penting dalam jaringan NU.

Perannya dalam pendirian NU adalah sebagai salah satu pemikir dan pendukung setia KH Hasyim Asy'ari. Ia dikenal sebagai ulama yang teguh memegang prinsip, tetapi juga mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pada masa Orde Baru, KH Bisri Syansuri menjadi salah satu tokoh yang menandatangani Petisi 50 yang mengkritik kebijakan pemerintah.

KH As'ad Syamsul Arifin: Ulama Kharismatik dari Situbondo

KH As'ad Syamsul Arifin lahir di Mekah pada 1897 dari orang tua asli Indonesia. Ia dibesarkan dalam lingkungan agama yang kuat dan menempuh pendidikan di berbagai pesantren di Jawa sebelum mendirikan Pesantren Salafiyah Syafi'iyah di Sukorejo, Situbondo.

Perannya dalam NU tidak hanya pada masa pendirian, tetapi juga dalam pengembangan organisasi di wilayah Jawa Timur. Pesantren yang didirikannya menjadi salah satu basis penting NU di ujung timur Pulau Jawa. Kharismanya sebagai ulama membuatnya dihormati oleh berbagai kalangan, baik di dalam maupun luar NU.

Proses dan Kronologi Pendirian NU

Pendirian NU melalui proses yang panjang dan penuh pertimbangan. Awal mula proses pendirian dapat ditelusuri dari kepulangan KH Wahab Hasbullah dari Mekah pada 1914. Ia membawa serta keprihatinan tentang perkembangan politik di Timur Tengah yang dapat mengancam tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.

Pada 1924, situasi di Hijaz semakin memanas dengan dikuasainya Mekah dan Madinah oleh Abdul Aziz bin Saud yang menganut paham Wahabi. Kebijakan baru penguasa Hijaz ini dinilai mengancam praktik keagamaan muslim tradisional, termasuk ziarah kubur, perayaan maulid Nabi, dan tradisi lainnya.

Merespons situasi ini, KH Wahab Hasbullah bersama KH Mas Mansyur (yang kemudian lebih aktif di Muhammadiyah) mendirikan Komite Hijaz. Tujuan komite ini adalah mengirim delegasi ke Hijaz untuk menyampaikan aspirasi muslim tradisional Nusantara. Namun, komite ini merasa perlu adanya organisasi yang lebih permanen untuk melanjutkan perjuangan.

Pada 31 Januari 1926, para ulama berkumpul di kediaman KH Wahab Hasbullah di Surabaya. Pertemuan ini dihadiri oleh para ulama dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura. Dalam pertemuan tersebut, disepakati pendirian organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama dengan KH Hasyim Asy'ari sebagai pemimpin tertingginya.

Setelah resmi berdiri, NU mulai menyusun struktur organisasi dan program kerja. Muktamar pertama diselenggarakan dua tahun kemudian pada 1928 di Surabaya, yang menandai semakin matangnya organisasi ini.

Tujuan Awal Berdirinya NU

Berdasarkan Anggaran Dasar pertama NU (Qanun Asasi), organisasi ini didirikan dengan beberapa tujuan utama:

  1. Mempertahankan dan mengembangkan paham Ahlussunnah wal Jama'ah dalam beribadah dan bermasyarakat sesuai dengan mazhab empat (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hambali).
  2. Melestarikan tradisi Islam yang telah berkembang di Nusantara sepanjang tidak bertentangan dengan syariat Islam.
  3. Menjadi wadah perjuangan para ulama dan santri dalam membina masyarakat dan berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
  4. Menjalin hubungan baik dengan pihak penguasa Hijaz untuk menjamin kebebasan bermazhab bagi muslim Sunni.

Dalam perkembangannya, tujuan NU semakin meluas tidak hanya pada aspek keagamaan, tetapi juga pendidikan, sosial, ekonomi, dan politik. NU menjadi organisasi yang berperan aktif dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan bangsa pascakemerdekaan.

Warisan dan Kontribusi Para Pendiri NU

Warisan terbesar dari para pendiri NU adalah organisasi Nahdlatul Ulama itu sendiri yang hingga kini tetap eksis sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia. Selain itu, mereka juga mewariskan:

  • Jaringan pesantren yang tersebar di seluruh Indonesia, menjadi basis pendidikan dan penyebaran Islam Ahlussunnah wal Jama'ah.
  • Tradisi keilmuan Islam yang kaya, menggabungkan antara warisan klasik dengan konteks kekinian.
  • Pemikiran Islam yang moderat dan toleran, menjadi penyeimbang bagi paham-paham keagamaan yang radikal.
  • Kontribusi dalam perjuangan kemerdekaan, seperti melalui Resolusi Jihad yang dikumandangkan KH Hasyim Asy'ari.

Kontribusi para pendiri NU tidak hanya dirasakan oleh warga NU sendiri, tetapi juga oleh bangsa Indonesia secara keseluruhan. Pemikiran mereka tentang Islam yang ramah, toleran, dan mencintai tanah air telah menjadi fondasi penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sebagai penerus perjuangan para pendiri NU, penting bagi generasi sekarang untuk mempelajari dan melanjutkan warisan mereka. Salah satu cara adalah dengan mempelajari pemikiran para ulama NU generasi berikutnya, seperti KH Anwar Mansur, yang juga memberikan kontribusi besar dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia.

Pertanyaan Umum tentang Pendiri NU

Siapa saja pendiri NU yang paling berpengaruh?

Dua tokoh paling berpengaruh dalam pendirian NU adalah KH Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar pertama dan KH Wahab Hasbullah sebagai inisiator dan diplomat utama. Selain mereka, KH Bisri Syansuri dan KH As'ad Syamsul Arifin juga memiliki peran penting dalam konsolidasi organisasi.

Kapan tepatnya NU didirikan?

Nahdlatul Ulama secara resmi didirikan pada 31 Januari 1926 di Surabaya, dalam pertemuan yang dihadiri oleh para ulama dari berbagai pesantren di Jawa dan Madura.

Apa latar belakang berdirinya NU?

Latar belakang berdirinya NU adalah respons terhadap kebijakan Raja Ibnu Saud di Hijaz (Arab Saudi) yang dinilai mengancam tradisi Islam Ahlussunnah wal Jama'ah. Selain itu, para ulama juga ingin memiliki wadah untuk mempertahankan tradisi keislaman yang telah berkembang di Nusantara.

Apa peran KH Wahab Hasbullah dalam pendirian NU?

KH Wahab Hasbullah berperan sebagai inisiator utama dengan mendirikan Komite Hijaz yang menjadi cikal bakal NU. Ia juga menggunakan kemampuan diplomasinya untuk berkomunikasi dengan penguasa Arab Saudi dan mengadvokasi kepentingan muslim tradisional Nusantara.

Bagaimana kontribusi para pendiri NU terhadap Indonesia?

Para pendiri NU tidak hanya berkontribusi dalam bidang keagamaan, tetapi juga dalam perjuangan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad, pendidikan melalui jaringan pesantren, dan pembangunan bangsa melalui pemikiran Islam yang moderat dan toleran.

Kesimpulan

Tokoh pendiri NU bukan hanya sekedar pelaku sejarah, tetapi mereka adalah para ulama visioner yang mampu membaca tanda-tanda zaman dan meresponsnya dengan bijak. Melalui pendirian NU, mereka telah mewariskan organisasi yang tidak hanya bermanfaat bagi umat Islam, tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Pemikiran dan perjuangan KH Hasyim Asy'ari, KH Wahab Hasbullah, KH Bisri Syansuri, KH As'ad Syamsul Arifin, dan para ulama pendiri NU lainnya patut menjadi inspirasi bagi generasi sekarang. Di tengah tantangan globalisasi dan radikalisme, nilai-nilai keislaman yang mereka perjuangkan—moderasi, toleransi, dan nasionalisme—menjadi semakin relevan untuk dikembangkan dan diamalkan.

Dengan memahami sejarah dan peran para pendiri NU, kita dapat lebih menghargai perjalanan organisasi ini dan mengambil pelajaran berharga untuk membangun masa depan Indonesia yang lebih baik.

Berbagi

Postingan Terkait

Posting Komentar

Konfirmasi Penutupan

Apakah anda yakin ingin menutup pemutaran video ini?